Popular Posts
-
Karangan ini saya buat berdasarkan apa yang saya ketahui dan apa yang saya dapatkan di bangku perkuliahan Fakultas Hukum Universitas ...
-
Suatu wacana yang menarik ketika kita mengkaji filosof dan ilmuwan. Apakah filosof (ahli filsafat ilmu) dan ilmuwan i...
-
Ketika Wortley, mengemukakan bahwa : “ Jurisprudence is the knowledge of law in its various forms and manifestations ” ...
-
Berbicara mengenai kriminologi, otomatis tidak lepas dari pembahasan masalah kejahatan dan merupakan salah satu ilmu pemb...
-
Suatu hal yang menarik ketika kita mengkaji, dengan dibentuknya beberapa komisi-komisi negara seperti Komisi Yudisial, Komisi Pemberantas...
-
Apakah segala bentuk perbuatan atau tindakan warga Negara menjadi terbatas (kaku) dengan adanya suatu aturan hukum, ...
-
Apakah kita hidup di dunia ataukah kita diciptakan di muka bumi ini dengan tujuan atau perspektif kita terhadap diri kita bahwa d...
-
Untuk memahami apa itu filsafat, mari kita lihat pendapat-pendapat para ahli tentang pengertian filsafat : 1. Plato (427 SM...
-
Berbicara mengenai konsep kekinian, tentu manusia tidak terlepas dari apa yang dibutuhkan atau yang dinginkannya yaitu belajar. Apa...
-
Hidup yang terpahami adalah kematian yang sesungguhnya, dan kematian yang terpahami adalah awal dari langkah untuk memulai...
Blogger templates
Blogger news
Blogroll
About
Blog Archive
Kategori
- Agama ( 6 )
- Hukum & Sosial ( 13 )
- Logika & Filsafat ( 10 )
- Motivasi ( 5 )
- Puisi ( 2 )
Mengenai Saya
Diberdayakan oleh Blogger.
Sabtu, 17 Agustus 2013
Apakah pelanggaran HAM berat diselesaikan oleh KKR ataukah
pengadilan HAM? Apakah perkaranya tidak dapat lagi diajukan kepada pengadilan
HAM ? bagaimanakah sebenarnya
pelanggaran HAM untuk diproses melalui KKR? Adakah pasal yang mengatur tentang
hal ini? Lantas, mengapa hal ini terjadi dan bagaimanakah semestinya?mari kita
lihat !
KKR adalah lembaga independen dan
ekstra yudisial yg dibentuk untuk mengungkapkan kebenaran atas pelanggaran HAM
yg berat yaitu kejahatan terhadap kemanusiaan yg terjadi pada masa sebelum
berlakunya UU no.26 tahun 2000 tentang pengadilan HAM dan melaksanakan
rekonsoliasi. Rekonsoliasi mempunyai makna tersendiri yaitu sebagai hasil dari
suatu proses pengungkapan kebenaran, pengakuan dan pengampunan melalui KKR. Dalam
rangka menyelesaikan pelanggaran HAM yang berat untuk terciptanya perdamaian
dan persatuan bangsa Indonesia (asas KKR yaitu kemandirian, bebas dan tidak
memihak, kemaslahatan, keadilan, kejujuran, keterbukaan, perdamaian dan
persatuan bangsa). Pada pasal 47 UU no.26 tahun 2000 menentukan bahwa
pelanggaran HAM berat yang terjadi sebelum berlakunya UU no.26 tahun 2000,
tidak menutup kemungkinan penyelesaiannya dilakukan oleh KKR yg akan dibentuk
dengan UU. Pengaturan antisipatif (tanggap) ini nampaknya dilakukan dengan
memperhitungkan ke berbagai kendala yg mungkin menghadang proses pengadilan HAM
berat ad hoc terhadap kasus-kasus masa lalu, yang terpaksa memberlakukan
ketentuan hukum pidana secara ‘retroaktif’ (berlaku surut).
Pengadilan
HAM mempunyai kendala yaitu masalah pembuktian yang cukup rumit mengingat
kejadiannya sudah lama, implikasi politis yg timbul yaitu menumbuhkan sikap
pro-kontra, rasa ketidakpuasan korban yg memicu keraguan, acuh tak acuh dan
ketidakpercayaan terhadap lembaga hukum dan kesan terjadinya ‘impunity’ (yaitu Negara
dianggap memberikan pembebasan terhadap pelaku dari rasa tanggung jawab dan
sanksi). Hal ini jelas tidak sepantasnya berlarut-larut sehingga mengganggu proses
persatuan nasional. Secara empiris (indrawi), pengadilan HAM ad hoc dibentuk oleh penguasa pasca pemerintahan yg
otoriter atas pasca perang dan apapun bentuknya baik nasional, internasional
maupun gabungan memiliki karakteristik khusus yaitu semangat mengamankan
penghormatan terhadap HAM, yaitu berusaha menciptakan keadilan bagi semuanya,
mengakhiri praktek, mencegah kejadian serupa di masa yang akan datang dan upaya
mengakhiri konflik. Nantinya KKR sebagai alternatif pengadilan HAM ad hoc jg harus mengamankan pelbagai
spirit tersebut.
Dan sebaliknya
dalam pasal 29 ayat 3 UU no.27 tahun 2004 dinyatakan bahwa dalam hal ini
tersangka pelaku pelanggaran HAM berat tidak tersedia mengakui kebenaran dan
kesalahannya serta tidak menyesali perbuatannya, maka yg bersangkutan
kehilangan haknya mendapat amnesti (pengampunan atau penghapusan hukuman yg
diberikan kepala negara kpd seseorang atau sekelompok orang yg telah melakukan
tindak pidana tertentu) dan diajukan ke pengadilan HAM ad hoc. Dan demi kepastian hukum, dalam pasal 44 UU no.27 tahun
2004 mengatakan bahwa pelanggaran HAM berat telah diungkapkan dan diselesaikan
oleh KKR, perkaranya tidak dapat lagi diajukan kepada pengadilan HAM ad hoc, dalam hal ini menutup kemungkinan
untuk diproses melalui KKR. Kenyataannya ada berbagai KKR di setiap Negara. Namun
jika dipandang dari segi karakteristik, KKR Indonesia lebih mirip dengan KKR
Afrika Selatan, yg terdiri atas subkomisi yaitu ; Indonesia_(subkomisi
penyelidikan dan klarifikasi), (subkomisi kompensasi, restitusi dan
rehabilitasi) dan (subkomisi pertimbangan amnesti).
Dengan perumusan
tersebut sebagaimana tersurat dan tersirat pada pasal 29 ayat 3 di atas maka
sebenarnya pengadilan HAM dan KKR bersifat komplementer (saling melengkapi).
bersambung......
bersambung......
Label:
Hukum & Sosial
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar