Popular Posts
-
Karangan ini saya buat berdasarkan apa yang saya ketahui dan apa yang saya dapatkan di bangku perkuliahan Fakultas Hukum Universitas ...
-
Suatu wacana yang menarik ketika kita mengkaji filosof dan ilmuwan. Apakah filosof (ahli filsafat ilmu) dan ilmuwan i...
-
Ketika Wortley, mengemukakan bahwa : “ Jurisprudence is the knowledge of law in its various forms and manifestations ” ...
-
Suatu hal yang menarik ketika kita mengkaji, dengan dibentuknya beberapa komisi-komisi negara seperti Komisi Yudisial, Komisi Pemberantas...
-
Berbicara mengenai kriminologi, otomatis tidak lepas dari pembahasan masalah kejahatan dan merupakan salah satu ilmu pemb...
-
Apakah kita hidup di dunia ataukah kita diciptakan di muka bumi ini dengan tujuan atau perspektif kita terhadap diri kita bahwa d...
-
Apakah segala bentuk perbuatan atau tindakan warga Negara menjadi terbatas (kaku) dengan adanya suatu aturan hukum, ...
-
Untuk memahami apa itu filsafat, mari kita lihat pendapat-pendapat para ahli tentang pengertian filsafat : 1. Plato (427 SM...
-
Berbicara mengenai konsep kekinian, tentu manusia tidak terlepas dari apa yang dibutuhkan atau yang dinginkannya yaitu belajar. Apa...
-
Hidup yang terpahami adalah kematian yang sesungguhnya, dan kematian yang terpahami adalah awal dari langkah untuk memulai...
Blogger templates
Blogger news
Blogroll
About
Blog Archive
Kategori
- Agama ( 6 )
- Hukum & Sosial ( 13 )
- Logika & Filsafat ( 10 )
- Motivasi ( 5 )
- Puisi ( 2 )
Mengenai Saya
Diberdayakan oleh Blogger.
Jumat, 03 Juni 2016
(Ilmu hukum
adalah pengetahuan tentang hukum dalam segala bentuk dan manifestasinya)
Secara formal, saya belum
menyelesaikan program studi S1 ilmu hukum atau bisa disebut dengan belum
memiliki gelar untuk di katakan sebagai ahli dalam bidang ilmu hukum, karena
memang salah satu misi saya yaitu menciptakan suatu karya sebelum menyelesaikan
studi. Tapi, menurut saya “apakah gelar sarjana, magister dsb; dapat menjamin
semakin meningkatnya ilmu pengetahuan seseorang”? mungkin iya karena gelar
tersebut dicapai melalui bangku perkuliahan tapi bukan sebagai satu-satunya,
mungkin salah satu tolak ukur. Dan memang saya selalu bermimpi untuk bagaimana
bisa menciptakan suatu karya sebelum meninggalkan sesuatu yang bisa bermanfaat
di bidang ilmu hukum yang dimulai dari buku ciptaan saya yang pertama
kalinya.
Mungkin, karya
ini sangat mengherankan dari segi judulnya dan sangat abstrak, yang sulit dikonkritkan
dalam bentuk kenyataan dalam masyarakat (law
in action). Tapi, satu hal bahwa mengenai pola pikir hukum secara umum maupun secara khusus
mengenai ‘hukum sebagai
persepsi’ dengan
landasan mengenai hubungan antara sesama penegak hukum dan antara penegak hukum dan masyarakat
melihat hukum yang bergantung dari persepsi manusia memakai kacamata hukum,
perbedaan yang kemudian hadir dalam Bab I tentang definisi hukum yang dikemukakan oleh beberapa
pakar hukum dikarenakan perbedaan persepsi melihat hukum yang hidup dalam
pergaulan masyarakat yang juga cenderung
mendefinisikan
hukum berangkat dari kondisi masyarakat di sekitarnya, makanya kadang suatu
teori hukum tidak dapat diterapkan di masyarakat lainnya sebagaimana menurut
Robert B. Seidmann bahwa “the law of the
non transferability” (hukum tidak dapat dipindahkan begitu saja dari suatu
masyarakat ke masyarakat lainnya).
Dalam Bab II, dibahas tentang ‘hukum
sebagai persepsi’ secara detail. Terkadang penafsiran mengenai hukum itu
yang landasannya adalah suatu persepsi dilatarbelakangi oleh sebuah motif tertentu dan mungkin juga
karena kondisi psikologis yang bertentangan dengan kepentingan
umum, yang selanjutnya menggunakan kata “keadilan” itu harus ditegakkan,
disebabkan oleh persepsi cenderung ke arah yang sifatnya kontradiktif di alam
pikiran. Misalnya, dalam suatu kasus perdata ketika A sebagai pihak yang menang
dalam perkara dan B sebagai pihak yang kalah maka pihak B cenderung berpikir
bahwa dalam penyelesaian perkara tersebut sangat tidak adil dan pihak A
mengatakan bahwa keadilan telah diterapkan di Negara ini, hal ini sangat
dimungkinkan bahwa terjadi perbedaan persepsi hakim dan atau para pihak itu
sendiri. Pro kontra terhadap suatu penafsiran mengenai penegak hukum dalam pola
pikir masyarakat akan selalu terjadi, tetapi apakah secara internal antara
penegak hukum/pejabat Negara telah terjadi kesepahaman melihat hukum? Maka,
pola pikir hukum antara
masyarakat dan
penegak hukum/pejabat Negara mungkin memiliki perbedaan besar memaknai hukum atau
disebut dengan kesenjangan berpikir yang sangat potensial akan terjadinya konflik sosial
dalam suatu Negara menjadi abadi. Sebagai contoh bahwa hadirnya pengadilan itu
meniscayakan keadilan terjadi di dalamnya dan adapun beberapa kalangan yang
beranggapan bahwa pengadilan justru tidak menghasilkan keadilan makanya
penyelesaian sengketa tidak perlu/harus sampai ke pengadilan, entah apakah
karena pernah memiliki pengalaman kalah dalam pengadilan atau terpidana dalam kasus pidana dari
keluarga, tetangga atau kerabat terdekat yang dianggap percaya oleh yang
memahami pengadilan seperti itu.
Dalam Bab III, akan dibahas
tentang wujud hukum, kenapa? Karena, pengadopsian hadirnyasistem hukum hampir dari segi definisi, metodologi, analisis dsb
sehingga subjektivisme hukum mengakar di masyarakat Indonesia yang mungkin
disebabkan oleh sebuah persepsi memaknai hukum sebagai sesuatu yang menciptakan
kemanusiaan yang adil dan
beradab.
Hal ini semakin
membuktikan bahwa dari pembahasan sebelumnya penafsiran seseorang mengenai
hukum itu sangat bergantung
dari persepsi yang apa yang digunakan oleh penafsir hukum. Bahwa perhatian (attention) dan kesadaran (awareness) menjadi hal yang penting
dalam persepsi. Kemudian jika direnungkan lebih lanjut dari beberapa hal tersebut, maka
pembahasan kali ini saya beranggapan bahwa hukum itu dapat disebut sebagai
suatu persepsi sangatlah penting dalam bidang keilmuan yang dapat digunakan
sebagai suatu teori maupun secara praktis ketika seseorang berargumentasi
mengenai hukum.
Menurut Prof. Dr. Andi Pangerang,
SH, MH, DFM (salah satu guru besar fakultas hukum Unhas), yang memberikan ‘kata
pengantar’ dalam buku ini, bahwa “hukum yang pelajari selama ini di fakultas
hukum seluruh dunia memang bahwa hukum adalah persepsi. Pertanyaannya, apakah
persepsi itu? Menurut saya persepsi adalah pandangan seseorang terhadap sesuatu
obyek yang didasarkan pada alasan-alasan tertentu, terlepas apakah itu alasan
ilmiah ataupun tidak ilmiah. Tetapi karena buku ini dibuat oleh kalangan
kampus, maka semestinya persepsi itu didasarkan pada argumentasi ilmiah.”
Dan menurut Prof. Dr. Farida
Patittingi, SH., M.Hum (Dekan FH-UH) yang memberikan sinopsis dalam buku ini
bahwa “hukum sebagai persepsi, adalah gagasan penting terkait dengan eksistensi
hukum sebagai ilmu yang multidisipliner. Bagi kaum positivis, hukum adalah
ejaan pasal, ia dilingkupi oleh dinding “kegelapan positivisme”. Hukum tidak
lebih sekedar “tutur kata kekuasaan” melalui undang-undang. Namun, bagi kaum
empiris mereka memandang hukum sebagai dinamika sosial. Hukum tidak boleh
berjarak dengan realitas sosial, karena hukum sejatinya adalah refleksi dari
ketegangan-ketegangan yang terjadi dalam masyarakat. setiap orang memandang
berbeda mengenai hukum, sehingga berbeda pula cara menyikapinya. Perbedaan ini
dipengaruhi oleh persepsi individu tentang hukum itu. Buku ini mengantar
pembaca untuk mengetahui kenapa persepsi orang tentang hukum berbeda-beda.
Ditulis oleh anak muda brilian, punya reputasi baik dan memiliki kecerdasan
yang mumpuni.”
Tentunya,
pembahasan dalam buku ini yang kemudian penjelasannya sangat dimungkinkan jauh dari
kesempurnaan dan harapan dari pembaca mengingat saya hanyalah seorang mahasiswa
fakultas hukum yang
belum menyelesaikan studi S1 membahas mengenai ilmu hukum yang berjudul “Law
As Perception”. Maksudnya, penulis sangat berharap kritikan yang bersifat definitif maupun argumentatif
sebagai suatu saran baik secara langsung maupun tidak langsung dalam budaya
pengembangan ilmu hukum yang begitu dinamis dan kompleks di kalangan mahasiswa,
aktivis, akademisi,
praktisi, politisi, media, dll. Semoga bermanfaat dan berkah bagi alam semesta.
“Apalah arti sebuah karya tanpa
teori, apalah arti sebuah teori jika tidak berbentuk karya, apalah arti
sebuah pengetahuan tanpa kritik, apalah arti sebuah kritik tanpa pengetahuan
yang mendasar dan apalah arti hukum tanpa memahami sebuah persepsi.”
Untuk pemesanan buku : 082345494415, 08999973343
Line : muhammadsarifnur
Bbm : 5235F888
Twitter : @muhsarifnur
Facebook : muhammad sarif nur
Label:
Hukum & Sosial
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar