Popular Posts

Blogger templates

Blogger news

Blogroll

About

Diberdayakan oleh Blogger.
Jumat, 03 Juni 2016


Ketika Wortley, mengemukakan bahwa :

Jurisprudence is the knowledge of law in its various forms and manifestations

(Ilmu hukum adalah pengetahuan tentang hukum dalam segala bentuk dan manifestasinya)


Sekiranya ilmu pengetahuan seseorang tidak dapat dilihat dari gelar apa yang telah dilekatkan pada dirinya tapi sejauh mana pemahaman seseorang dan sebesar apa tekad untuk memahami suatu ilmu pengetahuan dan secara khusus di bidang disiplin ilmu tertentu. Buku ini berangkat dari sebuah ide/inspirasi, kumpulan diskusi-diskusi, catatan kuliah dan juga beberapa referensi lainnya demi pengembangan ilmu hukum itu sendiri. Pencapaiannya, sebelum menyelesaikan studi S1 di Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin bahwa sebagai generasi penerus bangsa yang tercinta ini, perlunyamembuat suatu karya yang berbentuk buku dan judulnya sangat jarang ditemukan di bidang ilmu hukum. Karena model berpikir ilmu hukum adalah model yang problematik, maka buku yang sangat sederhana ini tentang hukum sebagai persepsi (law as perception) dan terkhusus pembahasan mengenai wujud hukum yang merupakan sesuatu yang sangat abstrak di alam pikiran hukum yang merupakan kajian filosofis dalam aspek ontologi (keberadaan) atau mungkin suatu hal yang sangat utopis untuk diketahui menurut beberapa orang di kalangan mahasiswa. Dari beberapa karya kalangan pemikir, kekaguman adalah hal yang lumrah terhadap seorang tokoh untuk dijadikan teladan dan akhirnya terinspirasi dari sebuah karya terjemahan yang darinya salah seorang filsuf yang moderat; semoga dilimpahi keberkahan oleh Sang Pemberi, tentunya karena orisinalitas pemikirannya menjelaskan tingkatan-tingkatan persepsi sehingga mengobsesi untuk menyusun sebuah buku di bidang hukum yang sangatlah standar daripada karya lainnya.


Secara formal, saya belum menyelesaikan program studi S1 ilmu hukum atau bisa disebut dengan belum memiliki gelar untuk di katakan sebagai ahli dalam bidang ilmu hukum, karena memang salah satu misi saya yaitu menciptakan suatu karya sebelum menyelesaikan studi. Tapi, menurut saya “apakah gelar sarjana, magister dsb; dapat menjamin semakin meningkatnya ilmu pengetahuan seseorang”? mungkin iya karena gelar tersebut dicapai melalui bangku perkuliahan tapi bukan sebagai satu-satunya, mungkin salah satu tolak ukur. Dan memang saya selalu bermimpi untuk bagaimana bisa menciptakan suatu karya sebelum meninggalkan sesuatu yang bisa bermanfaat di bidang ilmu hukum yang dimulai dari buku ciptaan saya yang pertama kalinya.  


Mungkin, karya ini sangat mengherankan dari segi judulnya dan sangat abstrak, yang sulit dikonkritkan dalam bentuk kenyataan dalam masyarakat (law in action). Tapi, satu hal bahwa mengenai pola pikir hukum secara umum maupun secara khusus mengenai hukum sebagai persepsi dengan landasan mengenai hubungan antara sesama penegak hukum dan antara penegak hukum dan masyarakat melihat hukum yang bergantung dari persepsi manusia memakai kacamata hukum, perbedaan yang kemudian hadir dalam Bab I tentang definisi hukum yang dikemukakan oleh beberapa pakar hukum dikarenakan perbedaan persepsi melihat hukum yang hidup dalam pergaulan masyarakat yang juga cenderung mendefinisikan hukum berangkat dari kondisi masyarakat di sekitarnya, makanya kadang suatu teori hukum tidak dapat diterapkan di masyarakat lainnya sebagaimana menurut Robert B. Seidmann bahwa “the law of  the non transferability” (hukum tidak dapat dipindahkan begitu saja dari suatu masyarakat ke masyarakat lainnya).


Dalam Bab II, dibahas tentang ‘hukum sebagai persepsi’ secara detail. Terkadang penafsiran mengenai hukum itu yang landasannya adalah suatu persepsi dilatarbelakangi oleh sebuah motif tertentu dan mungkin juga karena kondisi psikologis yang bertentangan dengan kepentingan umum, yang selanjutnya menggunakan kata “keadilan” itu harus ditegakkan, disebabkan oleh persepsi cenderung ke arah yang sifatnya kontradiktif di alam pikiran. Misalnya, dalam suatu kasus perdata ketika A sebagai pihak yang menang dalam perkara dan B sebagai pihak yang kalah maka pihak B cenderung berpikir bahwa dalam penyelesaian perkara tersebut sangat tidak adil dan pihak A mengatakan bahwa keadilan telah diterapkan di Negara ini, hal ini sangat dimungkinkan bahwa terjadi perbedaan persepsi hakim dan atau para pihak itu sendiri. Pro kontra terhadap suatu penafsiran mengenai penegak hukum dalam pola pikir masyarakat akan selalu terjadi, tetapi apakah secara internal antara penegak hukum/pejabat Negara telah terjadi kesepahaman melihat hukum? Maka, pola pikir hukum antara masyarakat dan penegak hukum/pejabat Negara mungkin memiliki perbedaan besar memaknai hukum atau disebut dengan kesenjangan berpikir yang sangat potensial akan terjadinya konflik sosial dalam suatu Negara menjadi abadi. Sebagai contoh bahwa hadirnya pengadilan itu meniscayakan keadilan terjadi di dalamnya dan adapun beberapa kalangan yang beranggapan bahwa pengadilan justru tidak menghasilkan keadilan makanya penyelesaian sengketa tidak perlu/harus sampai ke pengadilan, entah apakah karena pernah memiliki pengalaman kalah dalam pengadilan atau terpidana dalam kasus pidana dari keluarga, tetangga atau kerabat terdekat yang dianggap percaya oleh yang memahami pengadilan seperti itu.


Dalam Bab III, akan dibahas tentang wujud hukum, kenapa? Karena, pengadopsian hadirnyasistem hukum hampir dari segi definisi, metodologi, analisis dsb sehingga subjektivisme hukum mengakar di masyarakat Indonesia yang mungkin disebabkan oleh sebuah persepsi memaknai hukum sebagai sesuatu yang menciptakan kemanusiaan yang adil dan beradab.


Hal ini semakin membuktikan bahwa dari pembahasan sebelumnya penafsiran seseorang mengenai hukum itu sangat bergantung dari persepsi yang apa yang digunakan oleh penafsir hukum. Bahwa perhatian (attention) dan kesadaran (awareness) menjadi hal yang penting dalam persepsi. Kemudian jika direnungkan lebih lanjut dari beberapa hal tersebut, maka pembahasan kali ini saya beranggapan bahwa hukum itu dapat disebut sebagai suatu persepsi sangatlah penting dalam bidang keilmuan yang dapat digunakan sebagai suatu teori maupun secara praktis ketika seseorang berargumentasi mengenai hukum. 


Menurut Prof. Dr. Andi Pangerang, SH, MH, DFM (salah satu guru besar fakultas hukum Unhas), yang memberikan ‘kata pengantar’ dalam buku ini, bahwa “hukum yang pelajari selama ini di fakultas hukum seluruh dunia memang bahwa hukum adalah persepsi. Pertanyaannya, apakah persepsi itu? Menurut saya persepsi adalah pandangan seseorang terhadap sesuatu obyek yang didasarkan pada alasan-alasan tertentu, terlepas apakah itu alasan ilmiah ataupun tidak ilmiah. Tetapi karena buku ini dibuat oleh kalangan kampus, maka semestinya persepsi itu didasarkan pada argumentasi ilmiah.”


Dan menurut Prof. Dr. Farida Patittingi, SH., M.Hum (Dekan FH-UH) yang memberikan sinopsis dalam buku ini bahwa “hukum sebagai persepsi, adalah gagasan penting terkait dengan eksistensi hukum sebagai ilmu yang multidisipliner. Bagi kaum positivis, hukum adalah ejaan pasal, ia dilingkupi oleh dinding “kegelapan positivisme”. Hukum tidak lebih sekedar “tutur kata kekuasaan” melalui undang-undang. Namun, bagi kaum empiris mereka memandang hukum sebagai dinamika sosial. Hukum tidak boleh berjarak dengan realitas sosial, karena hukum sejatinya adalah refleksi dari ketegangan-ketegangan yang terjadi dalam masyarakat. setiap orang memandang berbeda mengenai hukum, sehingga berbeda pula cara menyikapinya. Perbedaan ini dipengaruhi oleh persepsi individu tentang hukum itu. Buku ini mengantar pembaca untuk mengetahui kenapa persepsi orang tentang hukum berbeda-beda. Ditulis oleh anak muda brilian, punya reputasi baik dan memiliki kecerdasan yang mumpuni.”


Tentunya, pembahasan dalam buku ini yang kemudian penjelasannya sangat dimungkinkan jauh dari kesempurnaan dan harapan dari pembaca mengingat saya hanyalah seorang mahasiswa fakultas hukum yang belum menyelesaikan studi S1 membahas mengenai ilmu hukum yang berjudul “Law As Perception”. Maksudnya, penulis sangat berharap kritikan yang bersifat definitif maupun argumentatif sebagai suatu saran baik secara langsung maupun tidak langsung dalam budaya pengembangan ilmu hukum yang begitu dinamis dan kompleks di kalangan mahasiswa, aktivis, akademisi, praktisi, politisi, media, dll. Semoga bermanfaat dan berkah bagi alam semesta.


“Apalah arti sebuah karya tanpa  teori, apalah arti sebuah teori jika tidak berbentuk karya, apalah arti sebuah pengetahuan tanpa kritik, apalah arti sebuah kritik tanpa pengetahuan yang mendasar dan apalah arti hukum tanpa memahami sebuah persepsi.”





Untuk pemesanan buku :  082345494415, 08999973343

Line                 : muhammadsarifnur

Bbm                : 5235F888

Twitter             : @muhsarifnur

Facebook        : muhammad sarif nur




0 komentar: