Popular Posts

Blogger templates

Blogger news

Blogroll

About

Diberdayakan oleh Blogger.
Senin, 29 Juli 2013


      Apakah kita hidup di dunia ataukah kita diciptakan di muka bumi ini dengan tujuan atau perspektif kita terhadap diri kita bahwa diri ini budak?atau pedagang?ataukah pecinta? Kapankah kita bisa mengambil tolak ukur bahwa kita ini budak, pedagang ataukah pecinta di dalam beragama? Kenapa manusia dalam cara beribadahnya dibagi menjadi 3 kategori? Seperti apa itu budak, pedagang dan pecinta?mari kita simak !

      Hidup memang tidaklah terlepas dari pilihan dan tidak terlepas diantara-Nya. Merujuk kepada data-data teologis bahwa kesempurnaan yang hakiki, mutlak dan tidak terbatas adalah Tuhan (QS. 22:64). Dialah Zat yang Maha Esa, Maha Kaya, dan Pemurah wujud kepada makhluk-Nya (QS. 35:15) Dialah Rabbiul ‘alamin. Maha Pengatur, Maha Pemelihara, Pemilik Mutlak, Penguasa dan Pemerintah Mutlak. Maka, perjumpaan dengan Tuhan adalah kesempurnaan terbesar manusia (QS. 53:42 – QS. 84:6). Berdasarkan subjektifitas manusia, bahwa manusia cenderung mencintai diri sendiri (merawat) karena mencintai diri sendiri adalah naluri induk bagi kecenderungan dan tendensi batin lainnya.  Naluri ini tidak pernah puas dengan nikmat keterbatasannya  (QS. 70:19-21). Tuntunannya semakin menjadi 7 maksudnya adalah hingga menembus langit-langit keterbatasan (bukan 7 langit yang kita konsepsikan menjadi 7 di alam khayal kita). Dan perjumpaan menuju kesempurnaan itu tidak lain adalah kepuasaan terbesar bagi naluri cinta terhadap diri sendiri.

     Ditegaskan bahwa iman itu berderajat atau mempunyai tingkatan. Derajat minimal iman adalah menerima kepuasan kalbu bahwa “La ilaha illallah” tidak ada Tuhan selain Allah adalah kalimat Tauhid yang mencakup keyakinan kita terhadap Tuhan sebagai Rabbiul alamin. Imam Ali, mengumpamakan orang pertama itu budak dan orang kedua itu dengan pedagang serta yang ketiga dengan pecinta. Inilah tangga-tangga iman, yaitu makna takut, harap dan cinta :
1.       Seseorang yg mengimani Tuhan dan menganggap bahwa manusia(ciptaan-Nya) itu budak dan akan menundukkan diri di hadapan-Nya dengan motivasi takut dari segala takut dan khawatir dari segala khawatir atau dengan kata lain ibadah (shalat, puasa, zakat, dll) adalah perintah-Nya.
2.       Seseorang yang mengimani Tuhan dan menganggap bahwa segala perlakuan atau wujud peribadatan kita (mengharapkan) surga dan takut neraka-Nya. Nilai keimanannya jelas berbeda dari nomor 1. Sesuai dengan lagunya chrisye ft. ahmad dhani “jika surga dan neraka tak pernah ada?masihkah kau bersujud kepada-Nya?”
3.       Seseorang yang mengimani Tuhan dan menganggap bahwa segala segala bentuk perlakuan atau ibadahku adalah kecintaan terhadap sang Pencipta yaitu tidak lagi memikirkan siksa atau pahala, surga dan neraka. Dan nilai keimanannya tentu berbeda dengan nomor 1 dan 2. Dan sesuai pula dengan lagunya dewa (satu) “aku ini adalah diri-MU, jiwa ini adalah jiwa-Mu, tak ada yang lain selain diri-Mu Yang selalu kupuja”.

      Mungkin anda masih mempertanyakan, kenapa seperti itu?maksudnya apa? Tentulah kita ini mau menjadi pecinta bagi Sang Pemilik Cinta ini karena hanya Dialah yang pantas untuk dicinta (objektif). Dan kecintaan terhadap sesama manusia itu (subjektif). Bukan berarti ibadah itu bukan perintah-Nya , dan bukan berarti ketika kita melakukan ibadah terhadap-Nya tidak mendapatkan surga akan tetapi itu adalah konsekuensi kita terhadap Sang Pencipta karena Tuhan tidak butuh lagi apapun karena Dia Maha Segala-Nya dan Sempurna. Jadi wujud peribadatan kita yaitu bentuk pengucapan terima kasih terhadap Sang Pencipta dalam artian bahwa kita bersyukur atas Nikmat-Nya. Sekali lagi kita ini bukan budak baginya karena ketika Tuhan mempunyai budak berarti ada sesuatu yang dilakukannya itu butuh yang lain (kerajaan) sementara Tuhan adalah Maha Segala-Nya dan Tuhan menciptakan alam semesta beserta isinya dikarenakan kecintaannya, contoh kecil : anda membaca ini tulisan apakah ini kemauan Tuhan ataukah kemauan anda sendiri? tentu karena diri sendiri berarti Tuhan tidak pernah memperbudak kita karena Tuhan Maha Penyayang bukan berarti ada yang terlepas darinya tapi itu adalah pilihan anda dan sudah ketentuan Tuhan ketika anda membuka website (aturannya).

      Manakah tindakan yang mendekatkan kita terhadap-Nya? Tidak ragu lagi bahwa akal dengan tegas menunjukkan atau menimbang tindakan yang bernilai baik yaitu bentuk kerja sama terhadap diri yang dibantu oleh indera (5 alat) pada manusia karena akal adalah pencapaian kesempurnaan manusia dan menjadi beda terhadap binatang dan untuk menemukan tindakan yang benar-benar baik yang mengarahkan manusia kepada tujuannya. Akal tidak untuk menebarkan perselisihan-perselisihan dari hasilnya kalaupun sampai tataran hawa nafsu tentulah kita tidak dapat dikatakan manusia. Apa bedanya dengan binatang? Satu hal yang perlu kita tahu bahwa empiris dan akal manusia itu terbatas (terlalu lemah) untuk menyelidiki atau menganalisis sesuatu yaitu seluruh efek material dan ma’nawi itu serta dampak duniawi dan ukhrawi, individual dan sosial bagi seluruh kehidupan kita ini dari seluruh tindakan sengaja. Dalam mengatasi kekurangan dan keterbatasannya,  akal membutuhkan uluran tangan Dzat Yang Maha Tahu, Maha Adil dan Maha Bijaksana. Aantum a’lamu amillah. ‘kalian lebih tahu ataukah kami?’ di sini agama hadir di tengah kehidupan kita. Agama bukanlah lawan dari akal tapi akal hadir sebagai pelengkap dalam agama (menganalisis sesuatu). Dan barangsiapa yang mengenal dirinya maka dia akan mengenal Tuhan!

0 komentar: