Popular Posts
-
Ketika Wortley, mengemukakan bahwa : “ Jurisprudence is the knowledge of law in its various forms and manifestations ” ...
-
Suatu wacana yang menarik ketika kita mengkaji filosof dan ilmuwan. Apakah filosof (ahli filsafat ilmu) dan ilmuwan i...
-
Karangan ini saya buat berdasarkan apa yang saya ketahui dan apa yang saya dapatkan di bangku perkuliahan Fakultas Hukum Universitas ...
-
Suatu hal yang menarik ketika kita mengkaji, dengan dibentuknya beberapa komisi-komisi negara seperti Komisi Yudisial, Komisi Pemberantas...
-
Siapakah tokoh yang paling berpengaruh di dunia ini? Mungkin apa yang ada di benak anda sama dengan apa yang saya paparkan. Mungkin mengej...
-
Apa itu Negara dan apa unsur-unsur Negara? Apakah Negara itu perlu bagi suatu wilayah? Darimanakah asal mula Negara itu ada?...
-
Apakah kita hidup di dunia ataukah kita diciptakan di muka bumi ini dengan tujuan atau perspektif kita terhadap diri kita bahwa d...
-
Apakah segala bentuk perbuatan atau tindakan warga Negara menjadi terbatas (kaku) dengan adanya suatu aturan hukum, ...
-
Sesuatu yang sesungguhnya adalah ketika sesuatu itu bertemu dengan kemusnahan kecuali Sang Pencipta Sesuatu (Maha Pen...
-
Gagasan mengenai proses pelepasan diri seorang perempuan dari pengekangan hukum yg membatasi kemungkinan untuk berkembang da...
Blogger templates
Blogger news
Blogroll
About
Kategori
- Agama ( 6 )
- Hukum & Sosial ( 13 )
- Logika & Filsafat ( 10 )
- Motivasi ( 5 )
- Puisi ( 2 )
Mengenai Saya
Diberdayakan oleh Blogger.
Jumat, 26 Juli 2013
Mungkinkah melakukan perubahan sosial tanpa
upaya pelurusan kesalahan berfikir?mustahil ada perubahan ke arah yang benar
kalau kesalahan berfikir masih menjebak dalam benak kita. Pengacauan intelektual
yang masif dan intensif pada masa orde baru(bahkan sampai kini), merupakan
hambatan terbesar dalam upaya melakukan rekayasa sosial. Dalam setiap
transformasi sosial yang terjadi dimasyarakat dibutuhkan seorang pemikir yang
dapat menggerakkannya. Para pemikir yang mempunyai idea masing-masing tidak
hanya mampu melontarkan ide-ide bagi transformasi juga mampu mensosialisasikan
buah pikirannya tersebut kepada masyarakat. Sebagai mahasiswa yang mengklaim
diri sebagai kaum intetelektual sepantasnya untuk berfikir bagaimana melakukan
transformasi diri serta transformasi sosial menuju ke arah yang jauh lebih
baik. Untuk mencapai hal tersebut kita sepantasnya menghindari berbagai
kesalahan berfikir yang mengakibatkan gagalnya kita dalam berfikir. Berikut
kesalahan berfikir tersebut :
1.Fallacy of Dramatic Instance berawal dari
kecenderungan orang untuk melakukan apa yang dikenal dengan over-generalisation.
Yaitu, penggunaan satu-dua kasus untuk mendukung argumen yang bersifat general
atau umum. Kerancuan berfikir semacam ini banyak terjadi dalam berbagai sosial. Misalnya :
*Andi adalah mahasiswa Unhas
Ando adalah
mahasiswa Unhas
Ando adalah mahasiswa yang cerdas
Jadi, Andi juga mahasiswa yang cerdas
(karena keduanya
mahasiswa Unhas)*
Kadang-kadang, overgeneralisasi
terjadi dalam pemikiran kita saat memandang seseorang, sesuatu atau tempat. Padahal,
orang itu selalu berubah sehingga hal yang sama tidak bisa kita terapkan pada
orang yang sama terus-menerus dan selama-lamanya.
2. Fallacy of Retrospective Determinism adalah menjelaskan
sebagai kebiasaan orang yang menganggap masalah sosial yang sekarang terjadi
sebagai sesuatu yang secara historis memang selalu ada, tidak bisa dihindari
dan merupakan akibat dari sejarah yang cukup panjang. Cara berpikir ini selalu
mengacu pada “kembali ke belakang” atau “historis”. Atau secara jelasnya
disebutkan sebagai upaya kembali pada sesuatu yang seakan-akan sudah ditentukan
dalam sejarah masa lalu.
Misalnya, ada suatu masalah sosial yang bernama korupsi di Indonesia. Sebagai orang yang mengatakan : “mengapa korupsi itu harus diberhentikan sepanjang sejarah
korupsi di Indonesia itu ada dan tidak bisa dibasmi. Oleh karena itu, yang harus kita
lakukan bukan untuk menghilangkan korupsi di Indonesia, melainkan meminimalisir korupsi agar
terhindar dari dampak-dampak yang tidak diinginkan. Karena, sekali lagi,
korupsi itu sudah ada sepanjang sejarah.”
3. Post Hoc Ergo
Propter Hoc dari bahasa latin : post artinya sesudah, hoc artinya demikian;
ergo artinya karena itu : propter artinya disebabkan : dan hoc artinya
demikian. Singkatnya sesudah itu- karena itu- oleh sebab itu. Jadi,bila ada
peristiwa yang terjadi dalam urutan temporal, maka dapat dinyatakan bahwa yang
pertama adalah sebab dari yang kedua. Sebagai contoh, ada seorang mahasiswa yang lebih
suka dengan bajunya yg berwarna merah dibanding bajunya yang lain hanya karena ketika baju warna merah itu dipakai selalu nilainya tinggi pada saat final (IP di atas rata-rata) atau IP nya tinggi apabila dia memakai baju yg berwana merah itu. Dulu, waktu dia tidak pernah memakai baju warna merah itu nilai mata kuliahnya (IP) selalu rendah. dan salah satu temannya berkata: “kalau anda memakai itu baju warna merah selalu mendapatkan nilai IP di atas rata-rata. Dulu, waktu sebelum atau tidak memakai baju yang berwarna merah itu. nilaimu selalu di bawah rata-rata. Nah, baju yang berwana merah itu dikatakan baju yang membawa keberuntungan bila dipakai saat final (baju andalan).
4. Fallacy of
Misplaced Concretness berarti salah letak. Maksudnya adalah kesalahan berpikir
yang muncul karena kita mengkonkretkan sesuatu yang sebenarnya adalah abstrak.
Atau dapat dikatakan sebagai menganggap real sesuatu yang sebetulnya
hanya ada dalam pikiran kita. Misalnya mengapa orang Islam secara ekonomi dan
politik lemah?mengapa kita tidak bisa menjalankan syariat Islam dengan
baik?lalu ada orang menjawab : “kita hancur karena kita berapa pada satu sistem
jahiliyah. Kita hancur karena ada thaghut itu adalah dua hal dua hal yang
abstrak sehingga jika jawabannya seperti itu, lalu apa yang bisa dilakukan?kita
harus mengubah system! Tetapi, “siapa” system itu? System yang abstrak itu kita
pandang sebagai sesuatu yang konkret.
5. Argumentum ad
Verecundiam ialah berargumen dengan menggunakan otoritas, walaupun otoritas itu
tidak relevan atau ambigu. Ada beberapa orang yang menggunakan otoritas untuk
membela paham dan kepentingannya sendiri.dengan mengutuip suatu peristiwa dalam
sirah (perjalanan) Nabi, dia membenarkan paham dan kepentingannya sendiri. Padahal,
peristiwa yang dikutipkannya itu belum tentu relevan dengan masalah atau tema
yang sedang diperbincangkan.
6. Fallacy of
Composition adalah dugaan bahwa terapi yang berhasil untuk satu orang pasti
juga berhasil untuk semua orang. Sebagai contoh, di suatu kampung ada yang
memelihara ayam. Ayam petelur negeri itu berhasil mendatangkan uang banyak bagi
pemiliknya. Melihat itu, dengan serta-merta penduduk kampung menjual sawahnya
untuk dijadikan modal bisnis ayam petelur. Akibatnya, semua penduduk kampung
itu bangkrut lantaran merosotnya permintaan dan membanjirnya pasokan barang.
7. Circular Reasoning
artinya pemikiran yang berputar-putar, menggunakan kesimpulan untuk mendukung
asumsi yang digunakan lagi untuk menuju kesimpulan semula. Misalnya perdebatan
tentang rendahnya prestasi intelektual umat Islam di Indonesia. Orang pertama
membuktikan konklusi tersebut dengan membandingkan persentase mahasiswa Islam
dan non-Islam pada program S2 dan S3. Haslnya, makin tinggi tingkat pendidikan,
makin menurun trend kehadiran orang Islam di dalamnya. Padahal, di tingkat
sekolah dasar, persentase sis Muslim adalah 95%. Kesimpulannya, umat Islam di
Indonesia menduduki posisi intelektual yang rendah. Lalu, orang kedua
menyatakan bahwa hal ini terjadi lantaran orang-orang Islam diperlakukan tidak
sederajat dengan orang-orang non Islam. Jadi, ada perlakuan diskriminatif
terhadap orang-orang Islam. Sampai-sampai , orang-orang Islam serng dicoret
dari program-program pendidikan tinggi. Orang pertama menjawab lagi, “orang Islam
itu dicoret karena orang meragukan kemampuann intelektualnya. “Dengan jawaban
ini, kita kembali pada pokok masalah. Akhirnya, perdebatan itu terus-menerus
berputar di sekitar itu.
referensi : rekayasa sosial - Jalaluddin Rakhmat
Label:
Logika & Filsafat
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar