Popular Posts
-
Karangan ini saya buat berdasarkan apa yang saya ketahui dan apa yang saya dapatkan di bangku perkuliahan Fakultas Hukum Universitas ...
-
Suatu wacana yang menarik ketika kita mengkaji filosof dan ilmuwan. Apakah filosof (ahli filsafat ilmu) dan ilmuwan i...
-
Ketika Wortley, mengemukakan bahwa : “ Jurisprudence is the knowledge of law in its various forms and manifestations ” ...
-
Suatu hal yang menarik ketika kita mengkaji, dengan dibentuknya beberapa komisi-komisi negara seperti Komisi Yudisial, Komisi Pemberantas...
-
Berbicara mengenai kriminologi, otomatis tidak lepas dari pembahasan masalah kejahatan dan merupakan salah satu ilmu pemb...
-
Apakah kita hidup di dunia ataukah kita diciptakan di muka bumi ini dengan tujuan atau perspektif kita terhadap diri kita bahwa d...
-
Apakah segala bentuk perbuatan atau tindakan warga Negara menjadi terbatas (kaku) dengan adanya suatu aturan hukum, ...
-
Untuk memahami apa itu filsafat, mari kita lihat pendapat-pendapat para ahli tentang pengertian filsafat : 1. Plato (427 SM...
-
Berbicara mengenai konsep kekinian, tentu manusia tidak terlepas dari apa yang dibutuhkan atau yang dinginkannya yaitu belajar. Apa...
-
Hidup yang terpahami adalah kematian yang sesungguhnya, dan kematian yang terpahami adalah awal dari langkah untuk memulai...
Blogger templates
Blogger news
Blogroll
About
Blog Archive
Kategori
- Agama ( 6 )
- Hukum & Sosial ( 13 )
- Logika & Filsafat ( 10 )
- Motivasi ( 5 )
- Puisi ( 2 )
Mengenai Saya
Diberdayakan oleh Blogger.
Selasa, 21 Juni 2016
Engkau memiliki cahaya
tapi engkau tidak memiliki kemanusiaan, carilah kemanusiaan karena itulah
tujuannya,
Engkau merangkul cahaya
tapi engkau tak merasakannya,
Engkau merasakannya tapi
engkau tak berpikir lebih sederhana,
Engkau meramu kegelapan
padahal itu biasnya,
Engkau mencari cahaya
padahal Yang awal dan Yang Akhir adalah cahaya,
Engkau memikirkan cahaya
yang menurutmu terang, padahal cahaya telah tercipta sebagaimana adanya,
Engkau merasa jiwa akan
bercahaya tanpa ikatan ruhani yang sesungguhnya,
Carilah cahaya
sebagaimana engkau selalu merasa gelap jika di hadapan-Nya,
Tanpa-Nya engkau tak akan
mungkin ada melainkan cahaya yang mengitari-Nya,
Seorang pezina (perempuan
maupun laki-laki) tak kan ada ampunan karena tak bercahaya,
Kecuali kaum liberal yang
kebebasan adalah cahayanya,
Cahaya yang gelap dan
terang hanya persoalan kadarnya,
Hidup yang materialistik adalah
cahaya tanpa ruhani yang terpelihara,
Kecuali engkau bertaubat
sesudah itu dan memperbaiki diri dari cahaya yang engkau jadikan mahkota,
Alam mikrokosmos hanya
terletak pada fisik manusia,
Dirasakan hanya kasat
mata,
Karenanya ia akan fana,
Alam makrokosmos memiliki
alam semesta dan alam jiwa,
Di dalam Al-qur’an Tuhan
berkata :
“Allah (Pemberi) cahaya
(kepada) langit dan bumi. Perumpamaan cahaya Allah, adalah seperti sebuah
lubang yang tak tembus, yang di dalamnya ada pelita besar. Pelita itu di dalam
kaca (dan) kaca itu seakan-akan bintang (yang bercahaya) seperti mutiara, yang
dinyalakan dengan minyak dari pohon yang berkahnya, (yaitu) pohon zaitun yang
tumbuh tidak di sebelah timur (sesuatu) dan tidak pula di sebelah barat(nya),
yang minyaknya (saja) hampir-hampir menerangi, walaupun tidak disentuh api.
Cahaya di atas cahaya (berlapis-lapis), Allah membimbing kepada cahaya-Nya
siapa yang dia kehendaki, dan Allah memperbuat perumpamaan-perumpamaan bagi
manusia, dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.” (QS: 24:35)
Cahaya di atas cahaya,
Mulla Sadra merujuk pada
alam jiwa melalui karya al-iIsyarat wa
al-Tanbihat-nya Ibn Sina :
Jiwa rasional dalam
pendakiannya menuju Alam Ilahiyyah, harus melewati beberapa tahapan-tahapan
perjalanan. Dalam memahami pemikiran ini, maka ceruk dapat diartikan sebagai
akal pertama (al-‘aql al-hayulani),
yang karena kegelapan esensinya, meskipun ia dapat menerima cahaya intelektif, tetap
tergantung pada derajat kesiapannya yang berbeda-beda. Kaca dapat diartikan
sebagai akal yang karena kejernihannya maka ia dapat menerima cahaya dengan
lebih baik, sama dengan bintang yang bersinar. Pohon zaitun bermakna fakultas
berfikir (al-quwwat al-fikriyyah,
cogitative faculty) dan refleksi (al-fikr)
karena ia siap menerima cahaya untuk dirinya sendiri. Pohon ini menjadi pohon
yang diberkati karena ia memuat definisi segala sesuatu dan simpulan-simpulan
penjelasan yang benar. Pohon ini tidak di timur dan tidak tidak di barat karena
proses berfikir terjadi di dalam makna universal dan bentuk mental. Di samping
itu, argumentasi rasional tidak bisa dihubungkan dengan baik dengan wilayah
barat wujud indrawi yang material, maupun dengan wilayah timur alam akal-akal
aktif. Adapun minyak (zaitun) menunjukkan intuisi (hads) karena ia lebih dekat ke sumber cahaya di banding pohon zaitun
itu sendiri. Meskipun api, yang disebut Akal Aktif tidak menyentuh minyak
zaitun tersebut, namun seolah-olah minyak zaitun tersebut sudah memancarkan
cahaya untuk dirinya sendiri, itulah karenanya ia disebut dengan akal di dalam
aktualitas. “cahaya di atas cahaya” menunjukkan akal pahaman (al-‘aql al-mustafad) karena
bentuk-bentuk pahaman adalah cahaya dan jiwa yang menerimanya adalah cahaya
yang lain. Demikian juga pelita, karena ia bercahaya dalam esensinya dan tidak
memerlukan cahaya, maka ia adalah akal dalam perbuatan (al-‘aql bi al-fi’l). Akal Aktif membimbing akal dalam perbuatan,
sama dengan api pelita yang ada di dalam ceruk.[1]
Segala penderitaanmu
muncul karena menginginkan sesuatu yang yang tidak mungkin diperoleh tanpa
usaha,
Ketika engkau berhenti
menginginkan, tidak akan lagi ada penderitaan yang terasa,
Rumi berkata :
Di dalam dunia Tuhan,
tidak ada yang lebih sukar daripada memaklumi perkara yang absurd. Sebagai contoh, andaikan engkau telah membaca sebuah buku
dan pembacaan yang kau lakukan benar, juga frasanya. Kemudian seseorang duduk
di sampingmu dan membaca buku yang sama, tapi dia salah membacanya. Mampukah engkau
berdiam diri mendengarkan bacaannya? Tentu saja tidak. Mustahil. Ketika engkau
belum membaca buku itu, -sehingga tidak tahu antara paham yang salah dan yang
benar-tidak akan berbeda bagimu apakah dia membaca dengan baik ataupun salah. Maka,
untuk memaklumi yang absurd, memerlukan
upaya besar. Nabi dan orang-orang suci tidak malu mengemukakan upaya. Upaya pertama
yang mereka lakukan dalam pencarian ialah membunuh diri badaniah dan membuang
gairah syahwat dan hasratnya. Itu merupakan “perjuangan utama”. Ketika mereka
mencapai persatuan dan tempapt mereka dibawa pada jenjang keselamatan, saat
itulah salah dan benar diwahyukan. Meskipun tahu yang benar dari yang salah,
mereka tetap berada dalam perjuangan besar karena seluruh perbuatan orang lain
masih salah. Ini mereka pahami, tetapi mereka memakluminya. Apabila tidak
memaklumi dan terus mengungkapkan kesalahan orang-orang, tidak ada satu orang
pun yang akan hidup bersama dia. Tidak ada satu orang pun yang akan bersikap
sopan pada mereka. Tuhan, pada sisi lain memberi mereka kesabaran agung
sedemikian rupa dan keluasan hati sehingga mereka hanya mengatakan satu dari
ribuan kesalahan agar tidak membuatnya menjadi terlalu sukar. Seluruh kesalahan
mereka abaikan atau bahkan dipuji dan dikatakan bahwa mereka benar. Kemudian,
secara bertahap satu demi satu, mereka mampu memperbaiki seluruh kesalahan.[2]
Hadirnya sesuatu yang
tidak muncul pada khayalan manusia,
Disebut dengan “bakat”
manusia,
Sebaliknya, apa pun yang
hadir melalui khayalan berada pada wilayah cita-cita dan hasratnya.
Bakat manusia akan terus
berjalan sesuai koridornya,
Dan cita-cita dan hasrat
manusia terus berjalan berkelok sesuai keinginannya,
Melalui banyak faktor
cita-cita dan hasrat adalah persoalan potensial yang ada pada diri manusia,
Sebaliknya melalui banyak
pengembangan, “bakat” adalah persoalan perolehan cahaya,
Masihkah kita meragukan
cahaya?
Kalau melihat cahaya
bukan persoalan keinginan manusia,
Melainkan persoalan
kebutuhan yang darinya manusia merasakan kehadiran-Nya.
Nikmatilah cahaya
sebagaimana seorang hamba beribadah kepada Pencipta,
Layaknya umat mengikuti perkataan
dan perbuatan utusan pencipta,
Laksana seorang anak
berkhidmat kepada orang tua,
Laksana menjaga keluarga
adalah salah satu pintu-Nya,
Status sebagai seorang
murid mencerna kisah hikmah gurunya,
Alunan pemerintah terkait
dengan rakyatnya,
Kritiklah pemerintah
selama keadilan itu belum terasa,
Rakyat bukanlah budak
bagi pemerintahannya,
Tapi rakyat adalah
jantung peradaban,
Rakyat yang berperadaban
adalah rakyat yang cerdas dan kritis dengan kebijakannya,
Selama aturan bukan dari
manusia suci selama itu pula ada kekurangannya,
Pendidikan bukan
legitimasi alat pembodohan untuk menjelajah budak Negara,
Bukan apatis, bukan
optimis dan bukan pesimis dengan fakta,
Tapi cahaya yang terbaca,
Akan selalu bersinar bagi
pendamba keadilan melalui perjuangan kaum tertindas dari pemerintahan suatu Negara.
[1]
Sadra, tafsir, p. 164; bandingkan dengan terjemahan Saleh dalam bahasa Inggris,
hal. 153-4. Juga lihat tulisan Ibn Sina sendiri tentang penafsiran ini di dalam
al-isharat wa al-Tanbihat ma’a Sharh Nasir al Din al-Tusi, editor S. Dunya
(Mesir: Dar al-Ma’arif, 1957-1958), vol. 2, hal.364-367. Lebih lanjut dalam
menuju kesempunaan, Persepsi dalam pemikiran Mulla Shadra, diterjemahkan oleh
Dimitri Mahayana dan Mustamin Al-Mandary, safinah, 2003, Makassar, hal. 115-116
[2] Yang
mengenal dirinya yang mengenal Tuhannya, aforisme-aforisme sufistik Jalaluddin
Rumi, terjemahan dari Signs of The Unseen: The discourses of Jalaluddin Rum
terbitan S. Abdul Majeed & Co, Kuala Lumpur; Malaysia, penerjemah : Anwar
kholid, penyunting : Shophia, pustaka hidayah IKAPI, 2006, Jawa barat, hal.
197-198.
Label:
Puisi
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar