Popular Posts

Blogger templates

Blogger news

Blogroll

About

Diberdayakan oleh Blogger.
Minggu, 08 September 2013

               Telah menjadi keyakinan orang yang beragama, bahwa manusia dapat merencanakan  sesuatu dan berusaha mewujudkan rencananya. Akan tetapi apakah rencana tersebut akan tercapai atau gagal, manusia yang merencanakan tadi tak dapat menentukannya. Penentuan terakhir di tangan Allah s.w.t.
               
              Banyak orang yang ingin agar isterinya dapat melahirkan putera atau puteri di tempat tertentu dan disaksikan oleh keluarga yang lengkap. Apakah keinginan atau rencana orang tua itu akan tercapai, Allah s.w.t. yang menentukan.
               
              Bagaimana halnya dengan kelahiran Imam Ali r.a ? dimana beliau dilahirkan di rumah Abu Thalib atau di tempat lain? Tentang tempat kelahiran Imam Ali r.a., Al Hakim dalam buku “Al Mustadrak”, jilid III, halaman 483, antara lain mengemukakan : ketika itu hari jum’at 13 bulan Rajab, 12 tahun sebelum Nabi Muhammad s.a.w mendapat risalah. Seorang wanita, meskipun perutnya Nampak besar sekali, bersama suaminya melakukan tawaf keliling Ka’bah. Wanita yang bernama Fatimah itu tiba-tiba merasakan perutnya sakit. Ketika rasa sakitnya bertambah, segera diberitahukan kepada suaminya, Abu Thalib. Mendengar keluhan itu, Abu Thalib segera menggandeng istrinya masuk ke dalam Ka’bah. Menurut perkiraan, isterinya kelelahan. Di harapkan dengan beristirahat sebentar rasa sakitnya akan berkurang.
             
             Kenyataannya tidak seperti  yang diperkirakan Abu Thalib. Perut Fatimah bertambah sakit. Fatimah yang sudah berkali-kali melahirkan, telah mengerti isyarat apa yang sedang dialaminya. Sebagai seorang wanita yang shaleh yaitu Sitti Fatimah R.A putrid kesayangan Rasulullah s.a.w, ia tidak mengungkapkan isyarat itu kepada suaminya. Dia khawatir jika suaminya tahu, tentu maksud suaminya menyelesaikan tawaf akan terganggu. Ia tidak ingin berbuat demikian. Suaminya tetap dianjurkan menyelesaikan tawafnya.
               
            Dalam keheningan dan keredupan Baitullah, rumah Allah, Fatimah merasa perutnya bertambah mulas. Di saat itu yang teringat di hati Fatimah adalah bahwa rasa sakitnya akan berkurang dengan datangnya pertolongan Allah. Fatimah segera mengangkat tangan, yang sebelumnya memegang perut untuk menahan rasa sakit dan dengan suara sayup tersengal-sengal berucap; “Ya Allah, Ya Tuhanku. Aku bernaung kepada-Mu, kepada utusan-utusan-Mu dan Kitab-kitab yang datang dari-Mu. Aku percaya kepada ucapan datukku Ibrahim pendiri rumah ini. Maka demi pendiri rumah ini dan demi jabang bayi yang ada dalam perutku, aku mohon kepada-Mu untuk dimudahkan kelahirannya. Beberapa saat kemudian saat seusai mengucapkan do’a, lahirlah bayi dengan selamat. Bayi ini adalah putra ke-empat dari Fatimah. Sepanjang ingatan orang, inilah untuk pertama kali seorang wanita melahirkan puteranya dalam Ka’Bah. Kelahiran bayi ini hanya disaksikan oleh ayah bundanya saja. Kejadian luar biasa ini, beritanya segera tersiar ke berbagai penjuru. Berbondong-bondonglah mereka, terutama keluarga Bani Hasyim, datang ke Ka’bah, guna menyaksikan bayi yang baru lahir. Di antara yang datang ialah Nabi Muhammad s.a.w. bayi tersebut, kemudian bersama ayah-ibunya pulang ke rumah Abu Thalib.
               
             Meskipun bayi ini merupakan putera ke empat, namun oleh ayahnya dipandang sebagai kurnia besar yang dilimpahkan Allah s.w.t kepada keluarganya. Kegembiraan Abu Thalibini tercermin dri perintah yang segera dikeluarkan untuk menyelenggarakan pesta walimah. Guna memeriahkan pesta itu, beberapa ekor anak dipotong. Pemuka-pemuka Quraisy diundang mengunjungi pesta itu, sebagai penghormatan atas kelahiran puteranya. Pada kesempatan itulah Abu Thalib mengumumkan pemberian nama “Ali” kepada puteranya yang baru lahir. “Ali” berarti “luhur”.

Referensi : “Imam Ali bin Abi Thalib r.a”, H.M.H. Al Hamid Al Husaini

0 komentar: